Asa....
Nie ada cerita lagi ni,
pokoknya hari ini saya masukkan banyak cerita..
Silahkan baca, dan jangan lupa comment ya.
Ketika Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam pulang dari menunaikan Haji Wada, beliau jatuh sakit. Penyakit inilah jalan yang menyebabkan beliau meninggal. Hari demi hari penyakitnya kian parah. Dilihat ucapan dan pandangan matanya, seolah beliau hendak meninggalkan dunia fana ini.
Beliau membalut kepalanya, lalu menyuruh Fadhl bin Abbas r.a, untuk mengumpulkan orang-orang di mesjid. Ketika orang-orang sudah berkumpul, beliau dipapah oleh Fadhl bin Abbas r.a, menaiki mimbar. Setelah memuji Allah, beliau bersabda,
“ Amma ba’du. Masa penggantian itu telah dekat, dan kalian tidak akan melihatku kembali ditempat ini. Maka siapa saja yang aku telah menjilid punggungnya , inilah punggungku hendaklah ia membalasnya. Barang siapa aku ambil hartanya, inilah hartaku dan ambillah, barang siapa aku cela kehormatannya, hendaklah ia membalasnya.
Jangan sampai salah satu dari kalian akan ada rasa dengki. Kedengkian bukan sifat dan karakterku. Yang aku sukai dari kalian yang berani mengambil kembali haknya yang mungkin telah aku rampas, atau memaafkan aku. Sehingga kelak aku menghadap Allah dengan keadaan tidak menzalimi seseorang pun “
Kemudian Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam pulang kerumah. Kini, dengan demam yang beliau derita telah menggerogoti tubuh. Dengan susah payah beliau berusaha keluar ke mesjid untuk shalat bersama sahabatnya. Hingga waktu itu beliau telah shalat maghrib bersama mereka pada hari jum’at, dan beliau masuk kerumahnya. Demamnya terus saja meninggi. Para sahabat menyediakan kasur tempat berbaring. Sementara demam beliau terus meninggi.
Orang-orang telah berkumpul untuk menunaikan shalat Isya’. Mereka menunggu Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam yang telah demikian kronis. Beliau berusaha bangkit, namun tidak mampu. Akhirnya dengan sangat pelan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam mencoba kebali untuk bangkit. Sebagia orang berseru, “Shalat… Shalat”.
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam menatap Orang-orang disebelahnya dan berkata, “Apakah Orang-orang sudah shalat?” “Belum. Mereka menunggumu wahai Rasulullah,” jawab mereka. Waktu itu panas badannya beliau membuatnya tidak mampu bangkit. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam berkata, “tuangkan Air dalam sebuah bejana.” Merekapun memenuhi perintah beliau dengan menuangkan air dingin dan menaruhnya dekat beliau untuk mengkompres seluruh tubuhnya. Akhirnya suhu badan beliau turun. Ketika beliau merasa sedikit agak segar, beliau meminta bejana tadi di singkirkan dari tubuhnya.
Ketika mencoba bangkit dengan ke dua tangannya, beliau jatuh pingsan. Begitu siuman, pertama kali yang beliau tanyakan adalah, “Apakah orang-orang sudah shalat?” Mereka menjawab, “belum, wahai Rasulullah. Mereka menunggumu.” “Tuangkan air dalam bejana agar aku bisa membasuh,” pinta beliau. Mereka memenuhi permintaan tersebut.
Ketika Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam merasa sedikit enak , beliau hendak berdiri, namun jatuh pingsan lagi untuk beberapa saat. Ketika siuman, pertama kali yang beliau tanyakan adalah, “Apakah Orang-orang sudah shalat?” Mereka menjawab , “belum. Mereka menunggumu, wahai Rasulullah.” “Tuangkan air dalam bejana,” pinta beliau. Para sahabat segera memenuhi permintaan beliau. Lalu, dengan air yang dingin itu beliau guyur tubuhnya.
Kembali beliau mencoba bangkit, namun juga kembali pingsan. Keluarga yang menyaksikan kondisi beliau terharu. Air mata mereka meleleh.
Sementara itu, Orang-orang tetep menunggu beliau di dalam mesjid. Ketika siuman, beliau kembali bertanya, , “Apakah Orang-orang sudah shalat?” Mereka menjawab , “belum. Mereka menunggumu, wahai Rasulullah.” Jawab mereka. Rasulullah berharap mampu berdiri untuk shalat berjamaah bersama mereka. Namun penyakit yang menderanya semakin parah. Penyakit yang mendera jasad yang berbarakah, yang telah menolong agama Allah, berjihad atas nama Rabb semesta alam..
Jasad itulah yang telah merasakan manisnya ibadah sekaligus kerasnya kehidupan beliau. Jasad yang dua kakinya bengkak karena menahan berat badan dalam shalat malam yang begitu panjang. Yang terdiri dari dua mata yang sembab karena menangis takut kepada Allah. Jasad yang telah merasakan beratnya perjuangan dijalan Allah. Telah berlapar-lapar dan berperang.
Ketika merasa tak mungkin lagi bangkit, beliau Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam menoleh ke arah sahabatnya sambil berkata, “Suruh abu bakar r.a, yang mengimami mereka”. Abu Bakar r.a. pun menjadi imam. Tangis kesedihan Abu Bakar r.a, sebagai imam membuat para makmum tidak mampu mendengar lantunan Ayat-Ayat Al-Qur’an dengan jelas. Akhirnya shalat isya rampung ditunaikan lalu mereka berkumpul melaksanakan shalat shubuh dengan Abu Bakar r.a, sebagai imamnya.
Begitulah yang terjadi dengan hari berikutnya. Mereka shalat dengan Abu Bakar r.a,menjadi imam. Sementara Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam tetap tak berdaya diatas kasur. Hingga suatu ketika hendak shalat dzuhur atau Ashar pada hari senin Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam merara kondisi agak membaik.
Beliau memanggil Abbas dan Ali r.a, untuk memapahnya keluar dari kamar. Perlahan, kedua kakinya menapaki jalan. Beliau menyikap tabir yang memisahkan kediamannya dengan masjid. Ternyata kaum muslimin lainnya sedang melakukan shalat.
Beliau melihat para sahabatnya berjejer rapi dalam shaf shalat. Terpaku beliau memandang mereka. Memandang wajah-wajah mereka yang penuh berkah dan jasad-jasa mereka yang suci. Setiap orang dari mereka pasti pernah mendapat musibah di jalan Allah. Diantara mereka ada yang tangannya terpotong, matanya yang tercongkel dan ada pula yang tubuhnya di penuhi bekas luka.
Beliau selalu shalat, berjihad dan bermajlis bersama mereka. Berapa banyak malam yang beliau gunakan untuk shalat malam, mereka pasti mengikuti beliau shalat. Berapapun jumlah hari yang beliau lalui dengan puasa, mereka pasti melaluinya dengan puasa. Betapa sabarnya mereka menerima ujian bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam, memanjatkan do’a yang tulus bersama beliau.
Berapa banyak dari mereka yang rela berpisah dengan keluarga dan saudaranya demi menolong agama Allah. Mereka tinggalkan orang-orang tercinta dan tanah air mereka. Diantara mereka ada yang telah berkorban, sementara yang lainnya setia menunggu giliran. Mereka tak sekalipun merubah kesetiaan berkorban.
Tapi dihari itu Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam akan berpisah meninggalkan mereka, menuju alam akhirat. Alam yang pernah rindu untuk segera menghuninya. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam tersenyum melihat mereka sedang shalat. Senyuman itu yang membuat wajahnya berseri bagai bulan purnama. Lalu beliau memasang kembali tabir, dan berbaring lagi diatas kasurnya. Setelah itu mulailah sakaratul maut mendatangi beliau.
Saat detik-detik Rasulullah SAW Menghadapi Sakaratul Maut, Ada sebuah kisah tentang cinta yang sebenar-benar cinta yang dicontohkan Allah melalui kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu, walaupun langit telah mulai menguning tetapi burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap. Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbata memberikan kutbah, “Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua perkara pada kalian, Al Qur'an dan sunnahku. Barang siapa mencintai sunnahku, berarti mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan masuk syurga bersama-sama aku.” Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang tenang menatap sahabatnya satu persatu.
Abu Bakar r.a, menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar r.a, dadanya naik turun menahan nafas dan tangis. Usman r,a. menghela nafas panjang dan Ali r.a, menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. “Rasulullah akan meninggalkan kita semua,”keluh hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir selesai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali r.a, dan Fadhal dengan cepat menangkap Rasulullah yang berkeadaan lemah dan goyah ketika turun dari mimbar. Disaat itu, kalau mampu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu.
Matahari kian tinggi, tapi pintu rumah Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. “Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, “Maafkanlah, ayahku sedang demam,” kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, “Siapakah itu wahai anakku?” “Tak tahulah ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya,” tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang. “Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut,” kata Rasulullah. Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya.
Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tidak ikut sama menyertainya. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. “Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. “Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu,” kata Jibril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. “Engkau tidak senang mendengar kabar ini?” Tanya Jibril lagi. “Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?” “Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: Kuharamkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya,” kata Jibril.
Aisya r.a, bertutur, “ aku menyaksikan kematian Rasulullah hendak wafat. Ketika itu didekatnya ada mangkuk berisi air. Beliau celupkan tangannya kemangkuk itu lalu mengusap wajahnya sambil berkata, Laa Ilaha Illallah, sesungguhnya dalam kematian ada fase yang menyakit kan’.”.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. “Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini.” Perlahan Rasulullah mengaduh. Fatimah r.a, menangis dan bertanya, “Begitu sakitkah wahai ayah?” beliau menoleh keputrinya tersebut & menjawab, “tidak ada lagi rasa sakit yang diderita bapakmu setelah ini.” Fatimah mengusap wajah ayahnya dan mendo’akan kesembuhan. Tetapi beliau berkata, “Tidak aku malah berharap segera bertemu dengan Allah, bersama jibril, mikail dan israfil.”
Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. “Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?” Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. “Siapakah yang sanggup, melihat kekasih Allah direnggut ajal,” kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, karena sakit yang tidak tertahankan lagi. “Ya Allah, dahsyat nian maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku.”Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya.”Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan peliharalah orang-orang lemah di antaramu.” Kalimat “Shalat… shalat” terus berulang, itu adalah pesan yang penting.
Di luar , tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. dan “Ummatii, ummatii, ummatiii?” – “Umatku, umatku, umatku” Dan, berakhirlah hidup manusia mulia yang memberi sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Allahumma sholli ala Muhammad wa baarik wa salim alaihi. Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.
Jasad yang semasa hidupnya mendapatkan teror yang sangat berat oleh kaum musyrikin, yahudi, maupun kristen. Berbagai cobaan yang berupa pendustaan, konfrontasi, pengusiran, olok-olok, pelecehan, umpatan, cercaan, dan tuduhan sebagai orang gila, dukun, penyair, tukang sihir, dan tukang bikin-bikin ayat, telah dirasakannya. Para sahabatnya diusir, diperangi, dibunuh, para pengikutnya dihinakan, istri-istrinya dituduh melakukan yang tidak senonoh, didera oleh berbagai macam hinaan, di ancam dengan berbagai ancaman dan teror, di putuskan seluruh mata penghidupannya, dibuat lapar, dimiskinkan, dilukai, dilempar batu hingga gerahamnya copot, kepalanya terluka, harus rela kehilangan pamannya Abu Thalib yang selama ini membantunya, istrinya khadijah yang telah meninggal trlebih dahulu, pernah di blokade di Syi’ib sampai beliau dan para sahabatnya harus makan daun-daunan, di tinggal oleh puteri-puterinya meninggal, ruh anaknya (ibrahim) dicabut didepan matanya sendiri, kekalahan yang menyakitkan pada perang Uhud, mayat hamza (pamannya) dikoyak-koyak perutnya diperang uhud, harus menghadapi perencanaan pembunuhan terencana berkali-kali, harus mengikatkan batu di atas perutnya untuk mengganjal rasa lapar, terkadang tidak mendapatkan sepotong roti gandum yang paling jelek kualitasnya sekalipun, dan harus menelan pil pahit kehidupan. Selanjutnya dia dan para sahabat diintimidasi, hati mereka di buat terhimpit hingga sampai kerongkongan. Semua rencananya dihalangi. Beliau harus menghadapi perlakuan kasar orang-orang yang kejam, kezaliman orang-orang yang sombong, perlakuan jahat orang-orang badui Arab, kesombongan orang-orang kaya, kedengkian orang-orang yahudi, makar orang-orang munafik, dan kelambatan respon orang terhadap dakwah yang disebarkannya. Namun akhirnya akibat baiknya tertuju untuk dirinya, dan kemenangan berpihak padanya. Dan, Allah pun memenangkan Agamanya, menolong hambanya, menghancurkan musuh-musuhnya. Allah berkuasa terhadap perkaranya tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui…
“ Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (Q.S. At Taubah 9:128)
“Bersabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wa Salam: Allah melaknat Yahudi dan Nasrani yang telah menjadikan kubur-kubur Nabi mereka sebagai masjid-masjid. (H/R Bukhari, 2/106. Muslim, 2/67. Ahmad, 6/80, 121, 255)
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka.” (Q.S. Al – Baqarah 2:120)
“Kamu melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya Amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, Yaitu kemurkaan Allah kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan.” (Q.S. Al Maidah 5:80)
“Sesungguhnya kamu dapati orang-orang yang paling keras permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman ialah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik.” (Q.S. Al Maaidah 5:82)
“kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, Sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (Q.S. Al Mujadilah 58:22)
Namun demikian Allah swt memerintahkan kaum muslimin untuk bisa berlaku adil didalam kebenciannya. Keadilan adalah ciri seorang muslim yang harus diberikan baik kepada kawan maupun lawan, orang dekat maupun orang jauh. Firman Allah swt.
“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” (Q.S. Al Maaidah 5:08 )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar